Masyarakat desa Trunyan memiliki tradisi pemakaman di mana jenazah hanya diletakkan tanpa dikubur dan hanya dipagari anyaman bambu. Meskipun jenazah hanya diletakkan di begitu saja, uniknya jenazah tidak menimbulkan bau yang menyengat. Hal ini dikarenakan adanya pohon Taru Menyan yang besar di sekitar pemakaman yang bisa mengeluarkan bau harum dan mampu menetralisir bau busuk dari mayat yang dimakamkan di bawah pohon itu.
Pohon inilah yang menjadi penangkal bau busuk mayat-mayat tersebut. Taru berarti pohon, dan Menyan berarti harum. Pohon Taru Menyan ini hanya tumbuh di daerah ini saja, sehingga daerah ini dikenal karena pohon Taru Menyan yang juga dikenal sebagai Trunyan yang menjadi asal usul nama desa ini.
Namun meskipun demikian, tidak semua mayat dimakamkan di bawah pohon Taru Menyan. Adat desa Trunyan mengatur tata cara menguburkan mayat bagi warganya. Di desa ini terdapat tiga kuburan yang masing-masing diperuntukkan bayi mayat sesuai dengan jenis kematiannya. Apabila seorang warga Trunyan meninggal dengan wajar, maka mayatnya akan ditutupi dengan kain putih, kemudian diupacarai dan kemudian dimakamkan dengan tidak dikubur dan hanya diletakkan di bawah pohon besar Taru Menyan. Lokasi pemakaman di bawah pohon Taru Menyan disebut dengan Sema Wayah.
Namun, apabila penyebab kematiannya tidak wajar, seperti karena kecelakaan, dibunuh atau bunuh diri, maka mayatnya akan diletakkan di lokasi pemakaman yang dinamakan Sema Bantas.
Sedangkan lokasi untuk menguburkan bayi, anak-anak atau orang remaja yang belum menikah disebut Sema Muda.
Untuk dapat sampai ke desa Trunyan, sebaiknya anda menggunakan jasa sewa mobil dan supir di Bali karena lokasinya berada di daerah Kintamani. Akses menuju desa ini dari Kintamani ditempuh dengan perjalanan darat sekitar 45 menit dari Penelokan atau anda bisa menyewa perahu untuk langsung sampai ke desa ini dari dermaga di Kedisan.